2 Aplikasi Karya Anak Bangsa yang Dipuji Apple, Apa Aja Tuh?!

Kalian tau gak sih bahwasannya ada dua buah aplikasi yang baru-baru ini sempat membuat Apple melirik Indonesia? Kedua aplikasi ini benar-benar hasil karya putri-putri anak bangsa. Iya, beneran, putri-putri. Mereka berdua menjadi wanita-wanita yang memprakarsai masing-masing aplikasi mereka yang ke depannya dipercaya dapat berguna bagi jutaan populasi di dunia ini. Penasaran ‘kan apa sajakah aplikasi buatan mereka hingga mencuri perhatian Apple? Kuy, simak informasinya berikut ini!

1. Leastric (dibaca “Listrik”)

Kenalin nih gengs, ada seorang wanita hebat di balik kesuksesan aplikasi penghemat listrik satu ini bernama Marilyn Parhusip. Seorang alumni Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini melanjutkan studi magisternya di Master of Engineering (MEng) University of Technology, Sydney. Sepulangnya dari Australia, ia mendapati ibunya marah karena tagihan listrik yang melonjak drastis dari Rp500.000,00- yang berubah menjadi Rp1000.000,00- di mana penggunaannya tidak ada perbedaan yang signifikan.

Berangkat dari permasalahan ini, akhirnya ia angkat menjadi topik tugas sewaktu menjadi IOS developer di Apple Developer Academy Indonesia pada tahun 2019 bersama beberapa rekannya. Usut punya usut, alasan mengapa hal ini terjadi ternyata karena petugas PLN asal input data saat melakukan pencatatan di rumah, karena meteran terlalu masuk ke dalam rumah yang di saat tidak ada orang di rumah, mereka menjadi tidak berani masuk.

Akhirnya, masalah tersebut Marilyn utarakan kepda rekan-rekannya yang tidak disangka hal serupa dialami mereka. Nah, singkat cerita hal ini akhirnya hal ini menjadi pencetus ide untuk menggabungkan kata lease lease electricity, yang akhirnya berakhir menjadi kata Leastric. Keunikan ini menjadi ciri khas tersendiri bila terdengar di kuping orang Indonesia. pasalnya, aplikasi ini dibaca sebagai “listrik”.

Marilyn menegaskan bahwasannya Leastric ini bukanlah alat penghemat listrik secara harfiah. Akan tetapi, aplikasi ini membantu merencanaan pengurangan konsumsi listrik sehingga pengguna aplikasi ini dapat mengantisipasi penggunaan yang tidak diperlukan dengan memberikan solusi untuk melakukan pencatatan listrik yang digunakan. Selain itu memungkinkan pengguna membandingkan pemakaian dari bulan sebulannya, dan memastikan tagihan listrik. Secara teknis, Leastric dapat melihat perangkat mana yang paling boros mengonsumsi listrik, kemudian juga memonitor berapa listrik yang sudah dipakai.

Berangkat dari masalah pencatatan listrik, pihak mentor memberi tenggat waktu tiga bulan untuk Marilyn dan rekan-rekannya untuk kemudian mengembangkan Leastric menjadi sebuah aplikasi dan bisa dipamerkan. Ini menjadi tantangan berat, pikir Marilyn. Pasalnya mereka tidak hanya perlu menyiapkan software, tapi juga hardware-nya untuk bantu pemantauan.

2. Hearo, dari Kata “Hear”

Bagi Anda yang tidak asing lagi dengan film bertajuk “Unfriended: Dark Web”, sama seperti halnya di dalam film tersebut, aplikasi ini menunjang kesulitan dalam berkomunikasi bagi teman-teman yang tuna rungu. Adalah seorang wanita, lagi-lagi wanita ya, bernama Aisyah Widya Nur Shadrina dan enam orang temannya di Apple Developer Academy yang berhasil menciptakan sebuah karya yang sungguh bermanfaat ini, namanya “Hearo”.

Selewat, kata “Hearo” ini terdengar sebagai “Hero” dan berkata dasar “Hear”, yang bila diartikan secara harfiah ke dalam Bahasa Indonesia, aplikasi ini dapat dinobatkan sebagai “pahlawan” untuk sobat-sobat yang memiliki kekurangan dalam “mendengar”. Unik bukan?

Sama seperti halnya Marilyn, Aisyah juga pernah bertugas menjadi seorang IOS developer yang ternyata mengangkat ide permasalahan ini pada topik tugas akhirnya. Hal ini membuahkan keahlian mumpuni untuk menciptakan aplikasi yang menyelmatan jutaan populasi di dunia. Jebolan Binus Business School ini menciptakan Hearo pada tahun 2019 silam.

Secara teknis, Aisyah dan rekan-rekannya membantu teman-teman tuna rungu dengan menyempatkan berkunjung ke Kopi Sunyi di Fatmawati. Mereka mewawancarai banyak orang yang salah satunya mengeluhkan betapa sulitnya berkomunikasi dengan teman tulis. Hal ini terjadi sebab di dalam timnya tidak ada yang bisa bahasa isyarat. Sehingga, tidak heran bila mereka berkomunikasi melalui ketikan di laptop, dan hal ini memakan banyak waktu, lho.

Nah, sebagai akhir dari tutur kata, kedua wanita membuktikan bahwa dengan ide cemerlang dan difasilitasi sebuah media yang seadanya, mereka dapat mengimplementasikan apa yang selama mereka tekuni di bidangnya adalah hal yang dapat berguna bagi banyak pihak. Keren!


Mau Dapat Informasi Terbaru di Dunia Web-3, Game, dan Teknologi Metaverse?

Yuk isi email kamu di bawah!